Slider

Kilas Berita

Catatan Kami

REFLEKSI

pojok asatidz

Pojok Santri

pojok alumni

Dokumentasi / Foto - Foto

» » Mari Belajar Dari Ashabul Kahfi

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. (Q.S. Al-Kahfi : 13)

Pada hari Jum’at, menurut hadits shahih yang dikeluarkan oleh al-Hâkim bahwa kita disunnahkan membaca surat al-kahfi, Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at ia akan diterangi cahaya antaranya dan antara dua Jum’at”. Sedangkan dalam riwayat Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang hafal sepuluh ayat dari awal surat al-Kahfi, ia akan dijaga dari fitnah Dajjâl “.

Selain keutamaan besar bagi yang membacanya sebagaimana disebutkan di atas, banyak kandungan yang dapat kita petik darinya, antara lain kisah tentang para pemuda yang berlindung di dalam gua dari kezaliman raja yang lalim pada saat itu.

Usia Muda dan Konsitensi Keimanan
Usia muda sering disalah-artikan oleh banyak anak muda, dianggap sebagai masa-masanya menikmati kehidupan dengan hidup hedonism, berfoya-foya, punya banyak pacar, mendatangi klub-klub pesta dan jauh dari masjid-masjid (dalam benaknya nanti saja kalau sudah tua baru tobat) padahal yang mengetahui ajalnya hanya Allah SWT yang tidak ditentukan dengan usia seseorang.

Kisah Ashabul Kahfi, memberikan contoh terbaik bagi generasi muda, Al-Qur`an menyebut mereka sebagai pemuda yang beriman (fityatun âmanû birabbihim), keimanan inilah yang menjadi sebab kemuliaan mereka di sisi Allah sehingga Allah menmabah petunjuknya bagi mereka, mereka berani menyampaikan kebenaran dan bersikap kritis pada kehidupan masyrakatnya yang menyimpang dari ajaran Islam, bahkan mereka siap menerima konsekuensi dari keimanan yang menghujam dalam dada mereka, sehingga mereka berhak mendapatkan pertolongan Allah SWT.

Dari kisah mereka, usia muda  tidak menghalangi seseorang untuk menjadi hamba mulia di sisi Allah, penekanan usia muda disini juga mengajarkan bahwa usia muda adalah usia yang produktif karena masih memiliki banyak energi untuk berbuat kebaikan atau sebaliknya, bahkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa pemuda yang giat beribadah termasuk dalam tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah SWT, kelak pada hari akhirat.

Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah menyebutkan bahwa mereka adalah para pemuda, Mereka adalah orang-orang yang paling cepat menerima kebenaran, paling lurus dalam menempuh jalan, dibandingkan para orang tua yang telah banyak salah dan jatuh terjerumus dalam agama yang batil. Oleh karena itu, kebanyaka yang menerima da’wah Rasulullah SAW adalah para pemuda (Ibnu Katsir, Abdul karim h. 702)

Jika pemuda-pemuda kahfi ini konsisten dalam keimanannya dan mengkritisi kesesatan yang dilakukan kaumnya, maka pemuda saat ini sekurangnya dapat membentengi dirinya dari arus kerusakan moral yang kian tak terbendung bahkan menjadi bagian yang melakukan perbaikan terhadap masyarakat yang ada di lingkungannya.

Hidup setelah Mati
Allah SWT menjadikan Ashabul Kahfi sebagai salah satu tanda kekuasaannya, anak-anak muda ini hidup dalam masa penindasan seorang raja kafir dan masyarakat yang menyekutukan Allah, para pemuda ini pun harus menanggung resiko atas keimanannya mereka harus lari dan bersembunyi dari kejaran orang-orang kafir, namun kemudian Allah menyelamatkan mereka di dalam gua (kahf) dan menidurkan mereka selama 309 tahun kemudian membangunkan mereka kembali untuk memperlihatkan siapakah yang akan binasa terlebih dahulu para pemuda ini atau raja dan para pengikutnya yang kafir.

Kisah ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa kelak Allah berkuasa membangkitkan kita dan orang-orang terdahulu setelah kematiannya untuk proses pertanggung jawaban dalam kehidupan yang lebih panjang, dan bagi orang-orang yang diberi kekuasaan namun berbuat kezaliman dan mengingkari ajaran-ajaran Allah, kisah ini harus dapat jadi peringatan bahwa kelak pun mereka akan binasa, dan bagi orang-orang yang teguh dalam keimanan ini merupakan kabar gembira bahwa Allah tidak pernah lengah atau melupakan mereka, pertolongan Allah senantiasa menyertai mereka selama mereka istiqamah dalam keimanannya.

Keberanian Menyampaikan Kebenaran
Keimanan yang menghujam dalam dada para pemuda kahfi, mendorong mereka untuk berda’wah dan menyampaikan kebenaran termasuk di hadapan raja pada saat itu, mereka tidak gentar menyatakan keimanannya, dalam hal ini mereka telah melakukan jihad yang utama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat keadilan di hadapan sultan yang lalim” (HR. Ibnu Mâjah, dishahihkan oleh al-Albâni)

Ini contoh utama bagi para da’I agar tidak segan dalam menyampaikan kebenaran, namun demikian bukan berarti harus bersikap kasar terhadap penguasa, Allah SWT telah membimbing Rasulnya Musa dan Hârûn‘alaihimâs salâm agar bekata lemah lembut kepada Fir’aun, Allah SWT berfirman :

“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas; (43) Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Thâhâ : 43-44)

Kritis terhadap Kondisi Kaumnya yang Menyimpang
Ketika melihat penyimpangan besar dalam kaumnya yang menyembah selain Allah, para pemuda ini tidak lantas turut serta menuruti cara hidup kaumnya ini dengan dalih mengikuti orang banyak, mereka mampu berfikir kritis dan lebih memilih mengikuti kebenaran meskipun sedikit orang bahkan hanya sejumlah mereka yang tidak lebih dari tujuh orang, tentang sikap kritis mereka kepada kaumnya, Allah berfirman :

“kaum Kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (Al-Kahfi : 15).

Demikian pula saat ini, banyaknya orang melakukan sesuatu, atau banyaknya orang yang memilih partai tertentu tidak menjadi tolak ukur kebenaran yang layak untuk diikuti apalagi  jika jelas-jelas yang dilakukannya bertentangan dengan syari’at Allah SWT dan menyimpang dari kebenaran. Allah SWT berfirman :

“dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (Al-An’am : 116)

Dalam hal ini para pemuda mesti memiliki ilmu pengetahuan, ia tidak boleh berhenti belajar, pelajarilah Al-Qur`an dan Sunnah yang keduanya adalah harta pusaka Rasulullah SAW agar umatnya tidak terjerumus dalam kesesatan.

Melakukan hal yang Terpenting
Al-Qur`an mengkisahkan kepada kita, ketika mereka bangun dan saling bertanya-tanya di kalangan mereka tentang berapa lama mereka tinggal di gua tersebut, Allah SWT berfirman :

“dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, ..(Al-Kahf 19).

Bertanya-tanya tentang berapa lama mereka tinggal disana bukanlah hal yang penting, karena hanyalah Allah yang mengetahui hal tersebut, oleh karenanya sekelompok dari mereka segera memutus perdebatan itu dan mengembalikan kepada Allah, serta beralih kepada hal yang lebih penting dan bermanfaat, yaitu mengutus seseorang untuk membeli makanan karena itu lebih dibutuhkan pada saat itu.

Jika kita melihat generasi muda pada saat ini, betapa banyak waktu dan kesempatan yang mereka sia-siakan dengan mendengar music, duduk-duduk di jalanan, dan hal-hal lainnya yang kurang manfaatnya, padahal masih banyak hal lainnya yang lebih bermanfaat, seperti menimba ilmu dan mencari nafkah.

Masih banyak pelajaran yang dapat kita petik dari kisah mereka, mudah-mudahan sebagian yang disebutkan diatas dapat bermanfaat dalam kehidupan.Wallahu A’lam

Ust. Aan Abdurrahman


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar: