Ketika sedang asyik berkumpul dengan teman-teman seangkatan dan beberapa kawan dari kamar sebelah, tiba-tiba ada pesan tingkat masuk. Pesan singkat itu masuk kira-kira pukul 19.30. Isi pesan singkatnya seperti ini “Ass. Amir apa kabar? Di mana posisi?”
Karena nomer HP-nya tidak ada di kontak, dengan cepat saya pun membalas pesan tersebut. “Alhamdulillah baik, punteun sareung saha..” Pake bahasa sunda, prediksi saya teman dari rumah di kampung. Setelah agak lama, barulah Short Massage System (SMS) balasan itu datang. “Udin Said. Dari hari jumat di jogja. Sekarang ke malioboro. Masih di jogja..?”
Sempat merasa bersalah, kaget, dan bercampur senang juga. Ternyata, SMS tersebut dari guru matematika kami, ketika di Madrasah Aliyah PONPES Daar et-Taqwa. Pak Udin, begitulah kami biasa menyapa beliau. Semasa diajar matematika semuanya pasti pernah merasakan cubitannya Pak Udin, termasuk saya.
“Bapak mah ikhlas nyubit.. enggak butuh balasan..” Demikian ucap pak Udin kalau sudah mencubit kami. Kami dicubit karena tidak mengerjakan tugas yang diminta oleh beliau, atau lupa mengerjakan tugas. Pokoknya macem-macem alasan yang dibuat, meskipun akhirnya cubitan itu tetap mendarat di tangan kami.
Kadang, kalau ingat masa-masa itu sering senyum-senyum sendiri. Lucu dan unik, kalau mengenang kisah bersama Guru Matematika asal Nangerang - Petir.
Alhamdulliah, esok paginya. Setelah bersih-bersih asrama, saya langsung meminjam motor dan menuju tempat di mana pak Udin menginap. Berbekal alamat yang dikirimkan tadi malam, saya pun langsung menuju tekape.
Sempat kelewatan, dan bertanya ke penduduk juga. Setelah diberitahu dan tanya ke tukang becak, tak butuh waktu lama, saya pun menemukan penginapan Pak Udin dan kawan-kawan dari serang. Sempat bingung ketika berada di depan resepsionis. Tetapi setelah menanyakan tamu yang menginap malam tadi, saya pun mendapatkan informasinya.
Setelah naik dilantai tiga, dengan mudah saya temukan sosok Pak Udin. Kebetulan waktu itu pintu kamarnya terbuka. Saya pun langsung menuju ke arah beliau. Setelah agak mendekat, barulah Pak Udin keluar kamar, dan kami pun bersalaman tepat di depan kamar tempat beliau menginap. Tak lupa saya mencium tangan Pak Udin sebagai ta’dzim al-ustadz (memuliakan guru).
Kami pun ngobrol, tanya seputar kabar, dan yang paling seru ketika bercerita tentang masa lalu, cerita di Pondok dahulu. Tak lupa saya meminta petuah dan wejangan dari beliau, sebagai motivasi dan penyemangat. Alhamdulilah Pak Udin memberikan petuah dan doanya.
Tak terasa, waktu itu cukup singkat. Obrolan kami harus selesai ketika panitia sudah memberikan informasi kepada rombongan untuk bersiap-siap. Pertemuan yang singkat ini pun harus kami akhiri. Sambil menuju ke mobil, saya sempatkan untuk berpose sebentar dengan Pak Udin, buat kenang-kenangan.
Sambil menunggu yang lain belanja batik dadakan, saya pun sempat ngobrol dengan Ustadz Mustofa dan istrinya. Pak Udin juga sampai ikut memilah dan memilih. Tapi karena harganya kurang cocok dan juga waktunya sudah mau berangkat, akhirnya tidak jadi membeli.
Sebelum kembali ke dalam bis, dan sebelum berpisah dengan Pak Udin, saya sempatkan untuk bersalaman, tak lupa saya cium tangan beliau untuk yang kedua kalinya. Semoga menjadi berkah dan menjadi ‘suntikan’ motivasi. Tak lama, bis yang ditumpangi rombongan berangkat dan meninggalkan saya di depan Tasik Jogja Hotel.
Saya pun ke tempat parkir dan langsung menuju sepeda motor berplat AG. Secepat kilat saya meninggalkan hotel pagi itu.
_______
) punteun, sareung saha (Bhs. Sunda; maaf, dengan siapa)
Karena nomer HP-nya tidak ada di kontak, dengan cepat saya pun membalas pesan tersebut. “Alhamdulillah baik, punteun sareung saha..” Pake bahasa sunda, prediksi saya teman dari rumah di kampung. Setelah agak lama, barulah Short Massage System (SMS) balasan itu datang. “Udin Said. Dari hari jumat di jogja. Sekarang ke malioboro. Masih di jogja..?”
Sempat merasa bersalah, kaget, dan bercampur senang juga. Ternyata, SMS tersebut dari guru matematika kami, ketika di Madrasah Aliyah PONPES Daar et-Taqwa. Pak Udin, begitulah kami biasa menyapa beliau. Semasa diajar matematika semuanya pasti pernah merasakan cubitannya Pak Udin, termasuk saya.
“Bapak mah ikhlas nyubit.. enggak butuh balasan..” Demikian ucap pak Udin kalau sudah mencubit kami. Kami dicubit karena tidak mengerjakan tugas yang diminta oleh beliau, atau lupa mengerjakan tugas. Pokoknya macem-macem alasan yang dibuat, meskipun akhirnya cubitan itu tetap mendarat di tangan kami.
Kadang, kalau ingat masa-masa itu sering senyum-senyum sendiri. Lucu dan unik, kalau mengenang kisah bersama Guru Matematika asal Nangerang - Petir.
Alhamdulliah, esok paginya. Setelah bersih-bersih asrama, saya langsung meminjam motor dan menuju tempat di mana pak Udin menginap. Berbekal alamat yang dikirimkan tadi malam, saya pun langsung menuju tekape.
Sempat kelewatan, dan bertanya ke penduduk juga. Setelah diberitahu dan tanya ke tukang becak, tak butuh waktu lama, saya pun menemukan penginapan Pak Udin dan kawan-kawan dari serang. Sempat bingung ketika berada di depan resepsionis. Tetapi setelah menanyakan tamu yang menginap malam tadi, saya pun mendapatkan informasinya.
Setelah naik dilantai tiga, dengan mudah saya temukan sosok Pak Udin. Kebetulan waktu itu pintu kamarnya terbuka. Saya pun langsung menuju ke arah beliau. Setelah agak mendekat, barulah Pak Udin keluar kamar, dan kami pun bersalaman tepat di depan kamar tempat beliau menginap. Tak lupa saya mencium tangan Pak Udin sebagai ta’dzim al-ustadz (memuliakan guru).
Kami pun ngobrol, tanya seputar kabar, dan yang paling seru ketika bercerita tentang masa lalu, cerita di Pondok dahulu. Tak lupa saya meminta petuah dan wejangan dari beliau, sebagai motivasi dan penyemangat. Alhamdulilah Pak Udin memberikan petuah dan doanya.
Tak terasa, waktu itu cukup singkat. Obrolan kami harus selesai ketika panitia sudah memberikan informasi kepada rombongan untuk bersiap-siap. Pertemuan yang singkat ini pun harus kami akhiri. Sambil menuju ke mobil, saya sempatkan untuk berpose sebentar dengan Pak Udin, buat kenang-kenangan.
Sambil menunggu yang lain belanja batik dadakan, saya pun sempat ngobrol dengan Ustadz Mustofa dan istrinya. Pak Udin juga sampai ikut memilah dan memilih. Tapi karena harganya kurang cocok dan juga waktunya sudah mau berangkat, akhirnya tidak jadi membeli.
Sebelum kembali ke dalam bis, dan sebelum berpisah dengan Pak Udin, saya sempatkan untuk bersalaman, tak lupa saya cium tangan beliau untuk yang kedua kalinya. Semoga menjadi berkah dan menjadi ‘suntikan’ motivasi. Tak lama, bis yang ditumpangi rombongan berangkat dan meninggalkan saya di depan Tasik Jogja Hotel.
Saya pun ke tempat parkir dan langsung menuju sepeda motor berplat AG. Secepat kilat saya meninggalkan hotel pagi itu.
_______
) punteun, sareung saha (Bhs. Sunda; maaf, dengan siapa)
Tidak ada komentar: