Sebagai tindakan krimninal (jinâyah) pembunuhan, dalam Islam, pelaku pembunuhan akan dihukumi qishash (pembalasan setimpal), kecuali bila dimaafkan oleh ahli waris korban, namun pelaku tetap wajib membayarkan diyat dengan cara yang baik, yakni dengan membayarkan sejumlah harta kepada ahli waris korban, (gambarannya : standarnya satu jiwa laki-laki muslim merdeka, diyatnya seratus ekor unta atau yang setara dengannya-penjelasan lebih lanjut dapat di lihat pada artikel –artikel tentang diyat- http://almanhaj.or.id/content/3122/slash/0/hukum-diyat/).
Sebagai hukum Islam, qisash tidak hanya diimplementasikan pada kriminal pembunuhan, namun juga perbuatan melukai orang lain, Allah SWT berfirman : “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (Al-Mâ`idah : 45)
Ayat di atas juga berlaku untuk kita, karena pada dasarnya syari’at umat terdahulu adalah syari’at bagi kita kecuali bila ada dalil yang menghapus dan menggantikannya (naskh).
Tentang hikmah hukum qishash, Allah SWT berfirman : “dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”. (Al-Baqarah : 179)
Mungkin orang yang membaca ayat ini akan terperangah dan bertanya-tanya, bagaimana mungkin tindakan balas hukum akan menimbulkan kedamaian dan kehidupan (al-hayâh) padahal pada prakteknya juga meghilangkan nyawa manusia yang lainnya, bahkan oleh para pemuja HAM perpektif Barat dianggap kejahatan pada HAM itu sendiri.
Abû al-‘Âliyah mengatakan, Allah telah menjadikan qishâsh sebagai kehidupan, sehingga berapa banyak seseorang yang hendak membunuh, namun rasa takut akan dibunuh lagi (sebagai hukum qishâsh) mencegahnya (melakukan hal demikian). (Ibnu Katsîr, V. 1, h. 492)
Inilah di antara rahasia qisash, yang telah dijadikan sebagai solusi dari Allah atas sifat sebagian manusia yang senang menumpahkan darah, dalam tafsirnya, Al-Qâsimi menjelaskan bahwa dalam ayat diatas terdapat ketinggian nilai bahasa Al-Qur`an (fashâhah wal Balâghah) karena qishâsh sebagai bentuk penghilangan nyawa seseorang diposisikan sebagai hal sebaliknya yakni kehidupan, secara bahasa juga kata al-qishâsh disebutkan secara definitif (ma’rifah) berbeda dengan kata “hayâh” yang disebutkan secara indefinitif (nakirah), hal ini menunjukan hikmah kehidupan yang besar dari jenis hukum qishâsh ini. (al-Qâsimi, V, 2, h.8)
Dengan pemberlakuan hukum qisash ini, tindakan-tindakan semena-mena terhadap jiwa manusia dapat dicegah, kita tidak akan sering lagi mendengar berita aksi pemukulan yang tidak bertanggung jawab, aksi berkendaraan yang membahayakan nyawa manusia, penganiayaan orang kuat terhadap yang lemah, aksi premanisme yang suka mengancam dan melukai manusia, aksi aparat yang dengan mudah men-dor seseorang karena kesalahan kecil atau bahkan mungkin tidak bersalah, dan kasus-kasus lainnya. Orang – orang akan berfikir ulang bila dirinya melakukan kejahatan terhadap jiwa manusia baik dengan membunuh atau sekedar melukainya, ia akan dikenakan hukum qishash atau jika dimaafkan ia harus menanggung diyat seratus ekor unta untuk satu jiwa manusia.
Meskipun demikian, penolakan – penolakan terhadap hukum qishâsh ini akan saja selalu ada di setiap zamannya, termasuk dengan dalih hak asasi manusia seperti yang dilakukan para pemuja HAM perpektif Barat saat ini. Hal ini tidak mengherankan, sebab Al-Qur`an telah mensinyalir orang-orang bodoh seperti ini, oleh karenanya yang dapat memahami hikmah besar dari hukum qishash ini hanyalah “ûlul albâb” atau orang-orang yang menggunakan hati dan pikirannya, yang berfikir bukan sekedar untuk urusan saat ini namun juga akibat yang ditimbulkan di kemudian hari. (l, Asy-Syaukânî, 1/203)
Sebagai orang-orang yang beriman, qishas dan diyat bukan hal utama yang kita takuti, namun kita meyakini bahwa siksa dan hukuman yang berat di akhirat kelak akan menunggu orang-orang yang menganiaya manusia, membunuhnya dan tidak menghargai nilai nyawa setiap manusia yang telah diberi kehidupan oleh Allah SWT.
Sebagai hukum Islam, qisash tidak hanya diimplementasikan pada kriminal pembunuhan, namun juga perbuatan melukai orang lain, Allah SWT berfirman : “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (Al-Mâ`idah : 45)
Ayat di atas juga berlaku untuk kita, karena pada dasarnya syari’at umat terdahulu adalah syari’at bagi kita kecuali bila ada dalil yang menghapus dan menggantikannya (naskh).
Tentang hikmah hukum qishash, Allah SWT berfirman : “dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”. (Al-Baqarah : 179)
Mungkin orang yang membaca ayat ini akan terperangah dan bertanya-tanya, bagaimana mungkin tindakan balas hukum akan menimbulkan kedamaian dan kehidupan (al-hayâh) padahal pada prakteknya juga meghilangkan nyawa manusia yang lainnya, bahkan oleh para pemuja HAM perpektif Barat dianggap kejahatan pada HAM itu sendiri.
Abû al-‘Âliyah mengatakan, Allah telah menjadikan qishâsh sebagai kehidupan, sehingga berapa banyak seseorang yang hendak membunuh, namun rasa takut akan dibunuh lagi (sebagai hukum qishâsh) mencegahnya (melakukan hal demikian). (Ibnu Katsîr, V. 1, h. 492)
Inilah di antara rahasia qisash, yang telah dijadikan sebagai solusi dari Allah atas sifat sebagian manusia yang senang menumpahkan darah, dalam tafsirnya, Al-Qâsimi menjelaskan bahwa dalam ayat diatas terdapat ketinggian nilai bahasa Al-Qur`an (fashâhah wal Balâghah) karena qishâsh sebagai bentuk penghilangan nyawa seseorang diposisikan sebagai hal sebaliknya yakni kehidupan, secara bahasa juga kata al-qishâsh disebutkan secara definitif (ma’rifah) berbeda dengan kata “hayâh” yang disebutkan secara indefinitif (nakirah), hal ini menunjukan hikmah kehidupan yang besar dari jenis hukum qishâsh ini. (al-Qâsimi, V, 2, h.8)
Dengan pemberlakuan hukum qisash ini, tindakan-tindakan semena-mena terhadap jiwa manusia dapat dicegah, kita tidak akan sering lagi mendengar berita aksi pemukulan yang tidak bertanggung jawab, aksi berkendaraan yang membahayakan nyawa manusia, penganiayaan orang kuat terhadap yang lemah, aksi premanisme yang suka mengancam dan melukai manusia, aksi aparat yang dengan mudah men-dor seseorang karena kesalahan kecil atau bahkan mungkin tidak bersalah, dan kasus-kasus lainnya. Orang – orang akan berfikir ulang bila dirinya melakukan kejahatan terhadap jiwa manusia baik dengan membunuh atau sekedar melukainya, ia akan dikenakan hukum qishash atau jika dimaafkan ia harus menanggung diyat seratus ekor unta untuk satu jiwa manusia.
Meskipun demikian, penolakan – penolakan terhadap hukum qishâsh ini akan saja selalu ada di setiap zamannya, termasuk dengan dalih hak asasi manusia seperti yang dilakukan para pemuja HAM perpektif Barat saat ini. Hal ini tidak mengherankan, sebab Al-Qur`an telah mensinyalir orang-orang bodoh seperti ini, oleh karenanya yang dapat memahami hikmah besar dari hukum qishash ini hanyalah “ûlul albâb” atau orang-orang yang menggunakan hati dan pikirannya, yang berfikir bukan sekedar untuk urusan saat ini namun juga akibat yang ditimbulkan di kemudian hari. (l, Asy-Syaukânî, 1/203)
Sebagai orang-orang yang beriman, qishas dan diyat bukan hal utama yang kita takuti, namun kita meyakini bahwa siksa dan hukuman yang berat di akhirat kelak akan menunggu orang-orang yang menganiaya manusia, membunuhnya dan tidak menghargai nilai nyawa setiap manusia yang telah diberi kehidupan oleh Allah SWT.
Wallahu A’lam
Aan Abdurrahman
Aan Abdurrahman
Sumber :
http://lihatbukubagus.blogspot.com/2013/03/qishash-hukuman-setimpal.html
Tidak ada komentar: