Berkorban merupakan tindakan yang sangat sulit dilakukan. Sudahkah kita berkorban untuk orang lain? Seberapa sering kita berkorban? Pertanyaan ini sebetulnya hanya menyentil sedikit saja tentang siapa sih diri kita ini. Salah satu contoh, misalkan uang yang dikantong pas-pasan, terus ada orang minta tolong, apakah kita rela dengan sepenuh hati terus dikasihkan. Atau malah bilang maaf gak punya...
Pengorbanan itu mudah, tapi sebetulnya sulit. Tadi, yang kita bahas ialah tentang pengorbanan terhadap orang lain, bagaimana dengan pengorbanan terhadap diri sendiri? Nah lho kena juga kan. Pengorbanan apa saja yang sudah kita lakukan terhadap diri sendiri?? Sudahkah mengorbankan uang jajan untuk membeli buku (tapi bukan paksaan dosen, pacara atau etc. lah).
Berkorban untuk orang lain maupun untuk diri sendiri ternyata sama tidak enaknya. Betul gak? Ya, sebab keduanya sama-sama berada pada posisi yang bertentangan. Kedua hal yang bertetangan inilah yang akhirnya membuat bingung, batin atau hati kecil kita dipertaruhkan. Tetapi yang dominan justru hawa nafsu yang mampu mengendalikannya.
Puasa ramadhan merupakan bulan pelatihan diri (training to self). Melatih diri supaya lebih matang dalam bersikap. Bahkan menumbuhkan kembali kekuataan spiritual yang telah lama dikuasai oleh hawa nafsu. Itulah sebabnya dalam sebuah hadits rasulullah saw dinyatakan “apabila telah datang bulan ramadhan, syetan-syetan diikat...” (HR. Muslim)
Syetan-syetan diikat maksudnya, hawa nafsunya (keburukan) menjadi lemah. Sehingga godaan-godaan itu tidak ada lagi. Tetapi karena nafsunya kebal dan kuat, tak jarang meski bulan ramadhan masih banyak yang tidak berpuasa. Inilah salah satu alasan kenapa bulan ramadhan disebut juga sebagai bulan kejujuran.
Bulan kejujuran, maksudanya bukan bulan yang terbebas dari kata-kata bohong. Tetapi yaitu dimana bulan yang menunjukan siapasih diri kita yang sesungguhnya. Jika ingin tahu siapa diri kita yang sesungguhnya maka lihatlah diri kita pada bulan ramadhan, apa sajakah yang kita lakukan, manakah yang lebih dominan. Kebaikankan ataukah sebaliknya.
Jika kita mau berubah, tentu semuanya bisa berubah. Tergantung lagi dengan kesiapan terhadap pengorbanan tadi. Siap berkorban untuk meninggalkan sesuatu yang dianggap manis dan memilih jalan yang pahit, ataukah tetap memilih si manis. Seberapa besar pengorbanan itu ada dalam diri kita saat ini. Anda berani??... Alahu’alam[]
Pengorbanan itu mudah, tapi sebetulnya sulit. Tadi, yang kita bahas ialah tentang pengorbanan terhadap orang lain, bagaimana dengan pengorbanan terhadap diri sendiri? Nah lho kena juga kan. Pengorbanan apa saja yang sudah kita lakukan terhadap diri sendiri?? Sudahkah mengorbankan uang jajan untuk membeli buku (tapi bukan paksaan dosen, pacara atau etc. lah).
Berkorban untuk orang lain maupun untuk diri sendiri ternyata sama tidak enaknya. Betul gak? Ya, sebab keduanya sama-sama berada pada posisi yang bertentangan. Kedua hal yang bertetangan inilah yang akhirnya membuat bingung, batin atau hati kecil kita dipertaruhkan. Tetapi yang dominan justru hawa nafsu yang mampu mengendalikannya.
Puasa ramadhan merupakan bulan pelatihan diri (training to self). Melatih diri supaya lebih matang dalam bersikap. Bahkan menumbuhkan kembali kekuataan spiritual yang telah lama dikuasai oleh hawa nafsu. Itulah sebabnya dalam sebuah hadits rasulullah saw dinyatakan “apabila telah datang bulan ramadhan, syetan-syetan diikat...” (HR. Muslim)
Syetan-syetan diikat maksudnya, hawa nafsunya (keburukan) menjadi lemah. Sehingga godaan-godaan itu tidak ada lagi. Tetapi karena nafsunya kebal dan kuat, tak jarang meski bulan ramadhan masih banyak yang tidak berpuasa. Inilah salah satu alasan kenapa bulan ramadhan disebut juga sebagai bulan kejujuran.
Bulan kejujuran, maksudanya bukan bulan yang terbebas dari kata-kata bohong. Tetapi yaitu dimana bulan yang menunjukan siapasih diri kita yang sesungguhnya. Jika ingin tahu siapa diri kita yang sesungguhnya maka lihatlah diri kita pada bulan ramadhan, apa sajakah yang kita lakukan, manakah yang lebih dominan. Kebaikankan ataukah sebaliknya.
Jika kita mau berubah, tentu semuanya bisa berubah. Tergantung lagi dengan kesiapan terhadap pengorbanan tadi. Siap berkorban untuk meninggalkan sesuatu yang dianggap manis dan memilih jalan yang pahit, ataukah tetap memilih si manis. Seberapa besar pengorbanan itu ada dalam diri kita saat ini. Anda berani??... Alahu’alam[]
Tidak ada komentar: