Belajar dari Ghandi
Suatu hari ada seorang ibu membawa anaknya datang kepada Gandhi, dan berkata,”gandhi maukah engkau menasehati anak saya ini? Dia mempunyai sebuah penyakit yang untuk kesembuhannya ia tidak boleh mengkonsumsi garam. Tolong beri nasehat kepadanya untuk tidak makan garam. Saya dan keluarga bahkan dokternya pun sudah berulang kali menasehatinya, namun dia masih tetap masih makan garam. Saya sudah kehabisan kata-kata, tolong saya siapa tahu dia akan menurutimu.”
Dengan senyum dan suara lembut Ghandi berkata “ibu sekarang saya tidak bisa berkata apa-apa, silakan Ibu pulang dan bawa anak ibu kesini minggu depan.
Ghandi, kata ibu itu, “anak itu di depanmu sekarang, tidak bisakah kamu sekarang menasihatinya? Ghandi dengan senyum yang selalu di bibirnya hanya menggelengkan kepalanya yang menandakan tidak.
Dengan perasaan campur aduk, ibu itu pulang dan tepat satu minggu mereka berdua ada di hadapan Ghandi. Saya sudah menunggu satu minggu, kata Ibu itu kepada Ghandi. Sekarang berikan nasiahat itu. Kemudian Ghandi datang dan mendekati ke anak itu dan menasehatinya untuk tidak makan garam. Apa yang dikatakan Ghandi tidaklah istimewa, tidak ada satu pun yang baru, hanya sebuah nasihat yang sederhana, tidak lebih.
Pada saat itu sang Ibu merasa sedikit kecewa karena dalam penantiannya satu minggu dia berharap Ghandi akan melakukan sesuatu yang lebih daripada kata-kata yang biasa.
Tidak lama kemudian Ghandi meminta Ibu dan anak itu untuk pulang, kali ini perasaan ragu-ragu menyelimuti si ibu. Si ibu tidak yakin ini akan berhasil. Namun yang terjadi sebaliknya, anak ini berhenti makan garam. Ibunya berpikirr mungkin ini hanya akan terjadi satu atau dua kali hari, tetapi kenyataannya lebih dari itu, anak tersebut total berhenti makan garam selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu.
Didorong rasa penasaran yang tinggi seorang diri ibu itu datang menghadap Ghandi untuk ketiga kalinya dan langsung bertanya “Ghandi rahasia apa yang kamu miliki sehingga kamu bisa membuat anak saya berhenti makan garam? Tanya si ibu. “kata-katamu yang kamu ucapkan adalah kata-kata biasa saya sering menasehatinya dengan cara yang sama menurut saya dokternya menasehati dengan cara yang lebih baik, tapi mengapa anak saya menurut kepadamu?
Dengan lembut Ghandi menjawab pertannyaan ibu dengan jawaban “ibu masih ingat pada saat pertama kali ibu kesini dan saya meminta ibu datang satu minggu kemudian “?
Ya itu kenapa, terus terang saya masih penasaran” sahut ibu itu dengan cepat.
Pada saat itu saya belum bisa menasehati anak ibu untuk makan garam, karena saat itu saya masih mengonsumsi nya. Sepulang ibu saya saya berhenti makan garam, sampai kemudian ibu datang lagi, baru saya bisa berbicara untuk tidak makan garam ke anak ibu.
Banyak Tanya Tidak Baik
Seorang buta jatuh kedaam sumur.seseorang kebetulan lewat disana dan krena meras kasihan melihat keadaan orang yang menyedihkan itu, ia menawarakn jasa untuk menarik orang buta itu kelauar dari sumur tersebut.untuk maksud tersebut, dia kemudian melemparkan seutas tali yang panjang ke dalam sumur dan menyuruh orang buta itu untuk memegangnya agar dapat di tarik keluar.
Orang buta itu tidak langsung memegang tali itu tapi malah mengajak sang penolong itu berdebat secara panjang lebar yang tidak ada gunanya. Orang yang buta itu bertanya bagaimana ia bisa sampai jatuh kedalam sumur yang begitu dalam, siapa orang yang pertama kali mempunyai ide membuat sumur, mengapa orang yang baik hati itu mau menariknya keuar, apakah ia memiliki maksud tertentu dengan menolongnya, apa jaminan kalau ia tidak akan jatuh lagi kedalam sumur itu atau sumur yang lain, dan sebagainya.
Semua omong kosong itu membuat kesabaran penolong yang baik hati itu habis, tetapi dengan tenang ia menjawab bahwa dia sekarang harus memegang tali itu demi kebaikannya sendiri. penolong itu juga mengtakan bahwa setelah ia di tarik keluar, ia boleh mempelajari keadaannya dan mencari jawabannya sendiri dengan tenang. Sekali lagi si buta itu mengajukan pertanyaan yang buak-bukan. Dia bertanya mengapa orang yang membawa tali itu tidak jatuh kedalam sumur, sang penolong itu kemudian mengatakan bahwa dia masih memiliki banyak tugas lain dan bahwa dia akan terpaksa meninggalkan orang buta itu di dalam sumur bila ia tidak mau keluar dengan segera.
Baiklah, kata orang buta itu, tapi sebelum itu, tapi katakanlah pada saya berapa dalam sumur ini dak kapan ia dibuat.
Yah ia cukup dalam untuk dapat menjadi kubur bagi orang seperti engkau, kata si penolong sambil meninggalkan dia.
Awas Jangan Salah
Ada seorang usahawan yang bertemu dengan seorang nelayan yang sedang santai duduk di pinggir pantaidan terlihat sanagt menikmati suasana saat itu.
“mengapa engkau tidak pergi untuk menangkap ikan? Tanya usahawan itu.
Karena iakn yang ku tangkap telah menghasilkan banyak uang untuk makan hari ini, jawab nelayan itu dengan polosnya.
Kenapa engkau tidak menangkap lagi lebih banyak dari pada yang kau perlukan? Tanya sang usahawan.
Untuk apa? Tanya nelayan sesederhana itu.
“engkau akan mendapatkan uang lebih banyak, jawabnya. “dengan uang itu engkau dapat membeli jala yang lebih besar sehingga tangkapanmu ebih banyak, terus engkau akan mendapatkan banyak uang sehingga bisa membeli perahu motor. Dan dengan perahu motor engkau akan melaut lebih jauh dan akan mendapatkan ikan yang lebih banyak lagi... nah segera uangmu cukup untuk membeli dua buah kapal. Lalu kaupun akan kaya seperti aku.”
“selanjutnya akau mesti berbuat apa
Selanjutnya kau bisa beristirahat dan menikmati hidup, kata si pengusaha. “menurut mu sekarang aku ini sedang berbuat apa?” kata nelayan puas.
Elang Yang Malang
Suatu hari seorang petani menemukan telur burung elang setelah di bawa pulang, sang petani meletakan telur burung elang itu dikandang ayam bersama telur ayam yang lainnya. Beberapa hari kemudian telur elang itu menetas, si elang kecil tumbuh dan menikmati dunia sekitarnya, dia berjalan seperti induknya, si ayam, mematuk-matuk makanan seperti saudara-saudaranya dan bermain dengan ayam-ayam yang lainnya.
Sewaktu yam itu sudah menjadi dewasa, dia melongok keatas langit dan melihat ada sebuah makhluk terbang membelah langit dengan gagahnya, elang dewasa itu bertanya kepada orang tua nya, makhluk pakah itu?
Induknya menjawab ”oh ituraja dari segala raja burung, namanya burung elang, kita hanya seekor ayam tidak mungkin bisa terbang seperti itu.” Hingga ajalnya, elang tersebut mati sebagai ayam.
Raja Salah Kaprah
Ada seorang raja yang menderita sakit kepala berkepanjangan, sehingga sulit untuk disembuhkan dan memanggil juru sembuh, raja tersebut berkeliling ke beberapa negara untuk memperoleh kesembuhannya. Sampai suatu saat dia bertemu dengan seorang tabib yang sangat sederhana tetapi kesaktiannya tidak diragukan lagi. Ketika sang raja mengeluhkan sakitnya, tabib itu dengan enteng menjawab “yang di perlukan paduka adalah sering-sering melihat warna hijau” setelah berucap begitu sang tabib dan juga petapa itu dengan santainya membalikan badan dan mennggalkan raja.
Karena kesohornnya, raja percaya kepada tabib itu,dan dia kembali kekerajaannya dan mengintruksikan agar semua benda di sekelilingnya di ganti warna hijau, dari cat tembok, seragam tentara, sampai gelas dan piring. Setelah itu, benar, ternyata sakit yang di derita sang paduka raja sembuh. Raja sangat bahagia dengan kesembuhannya, walaupun ada beberapa kerabat yang tidak suka dengan apa yang terjadi, karena kini tidak ada warna lain selain hijau.
Beberapa bulan kemudian, raja mendengar bahwa tabib yang pernah menyembuhkan nya berada di kota mana dia tinggal. Raja meminta perajurit untuk menjemput tabib sakti itu ke kerajaannya. Setelah bertemu, raja memberikan hadiah serta menjamu orang yang berjasa ini. Raja mengajak tabib berkeliling sambil memperlihatkan bahwa apa yang dinasihatkan nya telah dilaksanakan dan benar terbukti menyembuhkannya.
Tabib itu dengan sangat tenang dan muka yang datar berkata “baginda, apa yang anda lakukan? Mengapa anda mengubah istana menjadi satu warna?” dalam kebingungan baginda menjawab, “bukankah itu yang kau sarankan, agar saya banyak melihat warna hijau?”
“ya, saya memang bilang begitu, namun mengapa anda ganti semuanya yang ada di sekitar dengan warna hijau, bukankah lebih bijak bila anda sendiri yang memakai kacamata berwarna hijau.”
Harta Bukanlah Segalanya
Sebuah berita berhembus di penduduk desa tentang sebuah batu permata bernilai selangit yang dimiliki seorang petapa sederhana yang tinggal di pinggiran hutan. Setelah bertahun-tahun, seorang pemuda pembernai mendatangi petapa tersebut, bukan hanya ingin bertanya, namun ingin meminta batu mulia itu. “ini ambil, ini untukmu,” kata petapa itu tanpa beban.
Pemuda itu kegirangan dan pergi setelah mengucap terima kasih. Malam datang, namun pemuda yang beruntung ini tidak bisa tidur, pikirannya tidak bisa diam. Tanpa mampu menunggu matahari terbit, pemuda ini pergi kembali ketempat petapa itu dengan batu di tangan dan jesesakan di pikirannya. Di depan petapa itu, dia menyodorkan kembali benda yang belum genap 24 jam menjadi miliknya itu, sambil berkata, “hai orang suci, ambilah permata ini kembali, namun berikan hati penuh ikhlas yang mampu memberikan intan ini.”
Sungguh Memilukan
Tersebutlah seorang pahlawan besar persia bernama Rustam dan Sohrab. Mereka adalah ayah dan anak, namun mereka tidak pernah bertatap muka sampai suatu hari mereka harus beradu pedang, berjuang mati-matian di area pertempuran. sebagai dua komandan dari dua pasukan yang saling bermusuhan.
Cerita ini dimulai saat Rustam harus meninggalkan rumah beberapa saat setelah kelahiran putranya, Sohrab, untuk pergi mengemban tugas sebagai komandan dari sang raja persia. Tugas itu adalah menaklukan dunia. Sebelum meninggalkan kedua orang yang di cintainya Rustam memberiakn jimat kepada isterinya, dan berpesan agar jimat itu di ikatkan di tangan kanan anaknya sehingga dia akan mengenali anaknya bila suatu saat bertemu.
Sejak usia belia putra komandan persia ini menggabungkan diri nya dengan pasukan yunani. entah karena bakat turunan atau faktor lainnya, karir Sohrab dalam ketentaraan melejit bagaikan rising star. Kemampuan dan kekuatanya menghantarkan dirinya menjadi komandan pasukan yunani dalam waktu singkat.
Ketika suatu hari kedua negara tersebut bertemu di medan pertempuran, berjumpalah sang anak dan ayah, mereka tidak menegnali satu sama lain. Mereka bertempur habis-habisan selama lima belas hari tanpa berhenti. Rustam mulai kehabisan tenaga dan dengan cara yang licik berhasil membuat putranya tersandung dan terjatuh. Kemudian dengan sekuat segera kesempatan baik itu tidak di sia-siakan, Rustam menikam Sohrab tepat di dadanya. Sohrab menjerit” hai orang malang! Berhati-hatilah terhadap balas dendam Rustam, ayahku. Untuk perbauatn keji ini, dia pasti akan memberikan ganjaran yang setimpal kepadamu.”
Bagai disambar petir di siang bolong, Rustam terhuyung-huyung ketika mengenali jimat yang ada di lengan kanan Sohrab. Tubuh Rustam seakan menggigil bisu, dia mendekap Sohrab dan mencium dahinya,”anakku... anakku. Ya tuhan, apa yang telah aku lakukan? Ampun..ampun..ya tuhan.”
Luka yang diderita putranya sangat berbahaya.secepat kilat dia menunggang kuda nya dan menuju sang raja, satu-satunya orang yang mempunyai obat penyembuh untuk luka yang tergolong berat. Tetapi, sangraja yang telah mendengar kehebatan Sohrab menolak permintaan Rustam. Bagikan pengemis Rustam mengiba menjatuhkan diri dikaki sang Raja, sambil meyakinkan raja bila kelak anaknya sembuh, anaknya akan menggantikan dirinya dan lebih berhasil dalam misi menklukan dunia. Sang raja tetap bergemaing. Sementara itu, Sohrab telah meninggal sebelum ayahnya kembali. Sewaktu Rustam melihat jenazah anaknya, dia jatuh pingsan dan kehilangan ingatan.
Diambil dari buku;Happiness Inside - Penulis Gobind Vashdev, Penerbit: Hikmah, Jaksel
Suatu hari ada seorang ibu membawa anaknya datang kepada Gandhi, dan berkata,”gandhi maukah engkau menasehati anak saya ini? Dia mempunyai sebuah penyakit yang untuk kesembuhannya ia tidak boleh mengkonsumsi garam. Tolong beri nasehat kepadanya untuk tidak makan garam. Saya dan keluarga bahkan dokternya pun sudah berulang kali menasehatinya, namun dia masih tetap masih makan garam. Saya sudah kehabisan kata-kata, tolong saya siapa tahu dia akan menurutimu.”
Dengan senyum dan suara lembut Ghandi berkata “ibu sekarang saya tidak bisa berkata apa-apa, silakan Ibu pulang dan bawa anak ibu kesini minggu depan.
Ghandi, kata ibu itu, “anak itu di depanmu sekarang, tidak bisakah kamu sekarang menasihatinya? Ghandi dengan senyum yang selalu di bibirnya hanya menggelengkan kepalanya yang menandakan tidak.
Dengan perasaan campur aduk, ibu itu pulang dan tepat satu minggu mereka berdua ada di hadapan Ghandi. Saya sudah menunggu satu minggu, kata Ibu itu kepada Ghandi. Sekarang berikan nasiahat itu. Kemudian Ghandi datang dan mendekati ke anak itu dan menasehatinya untuk tidak makan garam. Apa yang dikatakan Ghandi tidaklah istimewa, tidak ada satu pun yang baru, hanya sebuah nasihat yang sederhana, tidak lebih.
Pada saat itu sang Ibu merasa sedikit kecewa karena dalam penantiannya satu minggu dia berharap Ghandi akan melakukan sesuatu yang lebih daripada kata-kata yang biasa.
Tidak lama kemudian Ghandi meminta Ibu dan anak itu untuk pulang, kali ini perasaan ragu-ragu menyelimuti si ibu. Si ibu tidak yakin ini akan berhasil. Namun yang terjadi sebaliknya, anak ini berhenti makan garam. Ibunya berpikirr mungkin ini hanya akan terjadi satu atau dua kali hari, tetapi kenyataannya lebih dari itu, anak tersebut total berhenti makan garam selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu.
Didorong rasa penasaran yang tinggi seorang diri ibu itu datang menghadap Ghandi untuk ketiga kalinya dan langsung bertanya “Ghandi rahasia apa yang kamu miliki sehingga kamu bisa membuat anak saya berhenti makan garam? Tanya si ibu. “kata-katamu yang kamu ucapkan adalah kata-kata biasa saya sering menasehatinya dengan cara yang sama menurut saya dokternya menasehati dengan cara yang lebih baik, tapi mengapa anak saya menurut kepadamu?
Dengan lembut Ghandi menjawab pertannyaan ibu dengan jawaban “ibu masih ingat pada saat pertama kali ibu kesini dan saya meminta ibu datang satu minggu kemudian “?
Ya itu kenapa, terus terang saya masih penasaran” sahut ibu itu dengan cepat.
Pada saat itu saya belum bisa menasehati anak ibu untuk makan garam, karena saat itu saya masih mengonsumsi nya. Sepulang ibu saya saya berhenti makan garam, sampai kemudian ibu datang lagi, baru saya bisa berbicara untuk tidak makan garam ke anak ibu.
Banyak Tanya Tidak Baik
Seorang buta jatuh kedaam sumur.seseorang kebetulan lewat disana dan krena meras kasihan melihat keadaan orang yang menyedihkan itu, ia menawarakn jasa untuk menarik orang buta itu kelauar dari sumur tersebut.untuk maksud tersebut, dia kemudian melemparkan seutas tali yang panjang ke dalam sumur dan menyuruh orang buta itu untuk memegangnya agar dapat di tarik keluar.
Orang buta itu tidak langsung memegang tali itu tapi malah mengajak sang penolong itu berdebat secara panjang lebar yang tidak ada gunanya. Orang yang buta itu bertanya bagaimana ia bisa sampai jatuh kedalam sumur yang begitu dalam, siapa orang yang pertama kali mempunyai ide membuat sumur, mengapa orang yang baik hati itu mau menariknya keuar, apakah ia memiliki maksud tertentu dengan menolongnya, apa jaminan kalau ia tidak akan jatuh lagi kedalam sumur itu atau sumur yang lain, dan sebagainya.
Semua omong kosong itu membuat kesabaran penolong yang baik hati itu habis, tetapi dengan tenang ia menjawab bahwa dia sekarang harus memegang tali itu demi kebaikannya sendiri. penolong itu juga mengtakan bahwa setelah ia di tarik keluar, ia boleh mempelajari keadaannya dan mencari jawabannya sendiri dengan tenang. Sekali lagi si buta itu mengajukan pertanyaan yang buak-bukan. Dia bertanya mengapa orang yang membawa tali itu tidak jatuh kedalam sumur, sang penolong itu kemudian mengatakan bahwa dia masih memiliki banyak tugas lain dan bahwa dia akan terpaksa meninggalkan orang buta itu di dalam sumur bila ia tidak mau keluar dengan segera.
Baiklah, kata orang buta itu, tapi sebelum itu, tapi katakanlah pada saya berapa dalam sumur ini dak kapan ia dibuat.
Yah ia cukup dalam untuk dapat menjadi kubur bagi orang seperti engkau, kata si penolong sambil meninggalkan dia.
Awas Jangan Salah
Ada seorang usahawan yang bertemu dengan seorang nelayan yang sedang santai duduk di pinggir pantaidan terlihat sanagt menikmati suasana saat itu.
“mengapa engkau tidak pergi untuk menangkap ikan? Tanya usahawan itu.
Karena iakn yang ku tangkap telah menghasilkan banyak uang untuk makan hari ini, jawab nelayan itu dengan polosnya.
Kenapa engkau tidak menangkap lagi lebih banyak dari pada yang kau perlukan? Tanya sang usahawan.
Untuk apa? Tanya nelayan sesederhana itu.
“engkau akan mendapatkan uang lebih banyak, jawabnya. “dengan uang itu engkau dapat membeli jala yang lebih besar sehingga tangkapanmu ebih banyak, terus engkau akan mendapatkan banyak uang sehingga bisa membeli perahu motor. Dan dengan perahu motor engkau akan melaut lebih jauh dan akan mendapatkan ikan yang lebih banyak lagi... nah segera uangmu cukup untuk membeli dua buah kapal. Lalu kaupun akan kaya seperti aku.”
“selanjutnya akau mesti berbuat apa
Selanjutnya kau bisa beristirahat dan menikmati hidup, kata si pengusaha. “menurut mu sekarang aku ini sedang berbuat apa?” kata nelayan puas.
Elang Yang Malang
Suatu hari seorang petani menemukan telur burung elang setelah di bawa pulang, sang petani meletakan telur burung elang itu dikandang ayam bersama telur ayam yang lainnya. Beberapa hari kemudian telur elang itu menetas, si elang kecil tumbuh dan menikmati dunia sekitarnya, dia berjalan seperti induknya, si ayam, mematuk-matuk makanan seperti saudara-saudaranya dan bermain dengan ayam-ayam yang lainnya.
Sewaktu yam itu sudah menjadi dewasa, dia melongok keatas langit dan melihat ada sebuah makhluk terbang membelah langit dengan gagahnya, elang dewasa itu bertanya kepada orang tua nya, makhluk pakah itu?
Induknya menjawab ”oh ituraja dari segala raja burung, namanya burung elang, kita hanya seekor ayam tidak mungkin bisa terbang seperti itu.” Hingga ajalnya, elang tersebut mati sebagai ayam.
Raja Salah Kaprah
Ada seorang raja yang menderita sakit kepala berkepanjangan, sehingga sulit untuk disembuhkan dan memanggil juru sembuh, raja tersebut berkeliling ke beberapa negara untuk memperoleh kesembuhannya. Sampai suatu saat dia bertemu dengan seorang tabib yang sangat sederhana tetapi kesaktiannya tidak diragukan lagi. Ketika sang raja mengeluhkan sakitnya, tabib itu dengan enteng menjawab “yang di perlukan paduka adalah sering-sering melihat warna hijau” setelah berucap begitu sang tabib dan juga petapa itu dengan santainya membalikan badan dan mennggalkan raja.
Karena kesohornnya, raja percaya kepada tabib itu,dan dia kembali kekerajaannya dan mengintruksikan agar semua benda di sekelilingnya di ganti warna hijau, dari cat tembok, seragam tentara, sampai gelas dan piring. Setelah itu, benar, ternyata sakit yang di derita sang paduka raja sembuh. Raja sangat bahagia dengan kesembuhannya, walaupun ada beberapa kerabat yang tidak suka dengan apa yang terjadi, karena kini tidak ada warna lain selain hijau.
Beberapa bulan kemudian, raja mendengar bahwa tabib yang pernah menyembuhkan nya berada di kota mana dia tinggal. Raja meminta perajurit untuk menjemput tabib sakti itu ke kerajaannya. Setelah bertemu, raja memberikan hadiah serta menjamu orang yang berjasa ini. Raja mengajak tabib berkeliling sambil memperlihatkan bahwa apa yang dinasihatkan nya telah dilaksanakan dan benar terbukti menyembuhkannya.
Tabib itu dengan sangat tenang dan muka yang datar berkata “baginda, apa yang anda lakukan? Mengapa anda mengubah istana menjadi satu warna?” dalam kebingungan baginda menjawab, “bukankah itu yang kau sarankan, agar saya banyak melihat warna hijau?”
“ya, saya memang bilang begitu, namun mengapa anda ganti semuanya yang ada di sekitar dengan warna hijau, bukankah lebih bijak bila anda sendiri yang memakai kacamata berwarna hijau.”
Harta Bukanlah Segalanya
Sebuah berita berhembus di penduduk desa tentang sebuah batu permata bernilai selangit yang dimiliki seorang petapa sederhana yang tinggal di pinggiran hutan. Setelah bertahun-tahun, seorang pemuda pembernai mendatangi petapa tersebut, bukan hanya ingin bertanya, namun ingin meminta batu mulia itu. “ini ambil, ini untukmu,” kata petapa itu tanpa beban.
Pemuda itu kegirangan dan pergi setelah mengucap terima kasih. Malam datang, namun pemuda yang beruntung ini tidak bisa tidur, pikirannya tidak bisa diam. Tanpa mampu menunggu matahari terbit, pemuda ini pergi kembali ketempat petapa itu dengan batu di tangan dan jesesakan di pikirannya. Di depan petapa itu, dia menyodorkan kembali benda yang belum genap 24 jam menjadi miliknya itu, sambil berkata, “hai orang suci, ambilah permata ini kembali, namun berikan hati penuh ikhlas yang mampu memberikan intan ini.”
Sungguh Memilukan
Tersebutlah seorang pahlawan besar persia bernama Rustam dan Sohrab. Mereka adalah ayah dan anak, namun mereka tidak pernah bertatap muka sampai suatu hari mereka harus beradu pedang, berjuang mati-matian di area pertempuran. sebagai dua komandan dari dua pasukan yang saling bermusuhan.
Cerita ini dimulai saat Rustam harus meninggalkan rumah beberapa saat setelah kelahiran putranya, Sohrab, untuk pergi mengemban tugas sebagai komandan dari sang raja persia. Tugas itu adalah menaklukan dunia. Sebelum meninggalkan kedua orang yang di cintainya Rustam memberiakn jimat kepada isterinya, dan berpesan agar jimat itu di ikatkan di tangan kanan anaknya sehingga dia akan mengenali anaknya bila suatu saat bertemu.
Sejak usia belia putra komandan persia ini menggabungkan diri nya dengan pasukan yunani. entah karena bakat turunan atau faktor lainnya, karir Sohrab dalam ketentaraan melejit bagaikan rising star. Kemampuan dan kekuatanya menghantarkan dirinya menjadi komandan pasukan yunani dalam waktu singkat.
Ketika suatu hari kedua negara tersebut bertemu di medan pertempuran, berjumpalah sang anak dan ayah, mereka tidak menegnali satu sama lain. Mereka bertempur habis-habisan selama lima belas hari tanpa berhenti. Rustam mulai kehabisan tenaga dan dengan cara yang licik berhasil membuat putranya tersandung dan terjatuh. Kemudian dengan sekuat segera kesempatan baik itu tidak di sia-siakan, Rustam menikam Sohrab tepat di dadanya. Sohrab menjerit” hai orang malang! Berhati-hatilah terhadap balas dendam Rustam, ayahku. Untuk perbauatn keji ini, dia pasti akan memberikan ganjaran yang setimpal kepadamu.”
Bagai disambar petir di siang bolong, Rustam terhuyung-huyung ketika mengenali jimat yang ada di lengan kanan Sohrab. Tubuh Rustam seakan menggigil bisu, dia mendekap Sohrab dan mencium dahinya,”anakku... anakku. Ya tuhan, apa yang telah aku lakukan? Ampun..ampun..ya tuhan.”
Luka yang diderita putranya sangat berbahaya.secepat kilat dia menunggang kuda nya dan menuju sang raja, satu-satunya orang yang mempunyai obat penyembuh untuk luka yang tergolong berat. Tetapi, sangraja yang telah mendengar kehebatan Sohrab menolak permintaan Rustam. Bagikan pengemis Rustam mengiba menjatuhkan diri dikaki sang Raja, sambil meyakinkan raja bila kelak anaknya sembuh, anaknya akan menggantikan dirinya dan lebih berhasil dalam misi menklukan dunia. Sang raja tetap bergemaing. Sementara itu, Sohrab telah meninggal sebelum ayahnya kembali. Sewaktu Rustam melihat jenazah anaknya, dia jatuh pingsan dan kehilangan ingatan.
Diambil dari buku;Happiness Inside - Penulis Gobind Vashdev, Penerbit: Hikmah, Jaksel
Tidak ada komentar: