Aurora, Colorado, Denver Amerika Serikat (20/7/2012) dini Hari, film terbaru Batman “The Dark Knight Rises”, menelan korban 12 orang tewas dan 71 orang terluka yang tiga diantaranya warga Negara Indonesia, akibat tabung gas yang dilempakan beserta tembakan senjata oleh seorang pemuda berusia 24 tahun, James Eagan Holmes yang terinspirasi karakter Joker si jahat dalam Film Batman.
Peristiwa tersebut, bukan yang pertama kali terjadi, banyak kasus kerasukan Film sebelumnya yang juga telah banyak menelan korban, bagi kita peristiwa ini tentunya harus dapat menjadi bahan pelajaran yang berharga, tontonan bagaimana pun bentuknya perlu secara selektif mungkin kita memilihnya, tentu kita masih teringat dengan kasus banyak anak-anak yang menganiaya temannya karena terinspirasi acara televisi Smack Down, belum lagi kasus tindakan asusila akibat melihat tontonan yang tidak senonoh.
Sebagai bangsa yang beradab tentunya tontonannya pun harus beradab, tontotan yang disajikan mesti berorientasi membangun budi pekerti dan akhlakul karimah, dalam hal ini setiap pemilik stasiun TV, produser, sutradara film dan orang-orang yang terlibat di dalamnya mesti memiliki tanggung jawab moral terhadap efek dari tontonan yang yang mereka sajikan di masyarakat, dalam hal ini sebagai kaum muslimin tentu kita meyakini kaidah-kaidah keislaman yang layak menjadi tolak ukurnya.
Sadar atau tidak, film atau acara-acara televisi yang lainnya (meskipun disebut dialog) pada prinsipnya melakukan indoktrinasi pesan-pesan kepada pemirsanya, karena komunikasi TV bersifat searah (monolog) yang mengharuskan pemirsa untuk secara seksama menyaksikannya tanpa ada timbal balik komunikasi dari pemirsa, apa lagi dalam suasana gelap seperti di bioskop, yang secara halus dan perlahan mempengaruhi pemikiran dan emosi kejiwaan pemirsa dan pengaruhnya akan semakin nyata jika tidak memiliki filter yang baik dalam menerima setiap pesan yang disampaikannya.
Tanggung Jawab Insan Media
Karakter tokoh yang dipersonifikasikan dalam film, dapat mempengaruhi cara pandang dan perilaku pemirsa, apabila karakter jahat divisualisasikan secara berlebihan, pemirsa bisa saja terobsesi dengan karakter jahat yang ditampilkannya, dalam hal ini tekad syetan untuk menyesatkan manusia sudah terbantukan dengan personifikasi karakter-karkter jahat tersebut dalam film termasuk dalam informasi-informasi criminal yang secara detail peristiwa disajikan media, syetan hanya tinggal sedikit berusaha memprovokasi manusia untuk melakukan kejahatan sedangkan cara melakukannya sudah dicontohkan, oleh karenanya wajar saja jika sampai terjadi kerasukan film. Dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibban, Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ لِلشَّيْطَانِ لَمَّةً، وَلِلْمَلَكِ لَمَّةً، فَأَمَّا لَمَّةُ الشَّيْطَانِ فَإِيعَادٌ بِالشَّرِّ وَتَكْذِيبٌ بِالْحَقِّ، وَأَمَّا لَمَّةُ الْمَلَكِ فَإِيعَادٌ بِالْخَيْرِ وَتَصْدِيقٌ بِالْحَقِّ، فَمَنْ وَجَدَ ذَلِكَ فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ، وَمَنْ وَجَدَ الْأُخْرَى، فَلْيَتَعَوَّذْ مِنَ الشَّيْطَانِ»
“Sesungguhnya Syaitan memiliki Lammah, demikian juga Malaikat memiliki lammah, adapun lammah-nya syetan adalah ancaman keburukan dan mendustakan kebenaran, sedangkan lammah Malaikat adalah janji kebaikan dan membenarkan yang benar, maka siapa yang mendapati (lammah Malaikat) hendaklah ia memuji Allah, dan siapa yang mendapati (lammah Syetan) hendaknya ia berlindung (kepada Allah) dari Syetan” (dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Misykâh)
Dari penjelasan di atas, maka orang-orang yang terlibat dalam industri per-film-an atau pun pertelevisian dan media lainnya, hendaknya bersikap bijaksana dan memiliki tanggung jawab moral untuk menyajikan berbagai acara baik hiburan atau pun informasi, jangan sampai kita termasuk orang-orang yang membantu Syetan untuk menyesatkan manusia dari jalan kebenaran.
Kita perlu mengingat dosa yang diperbuat pemirsa akibat menonton acara yang disajikan juga akan ditanggung oleh orang-orang yang membuatnya, Rasulullah SAW bersabda :
...وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ،
“…Dan barang siapa yang memulai sesuatu perbuatan buruk di dalam Islam, kemudian perbuatan buruk itu dilakukan setelahnya, maka baginya dosa seperti dosa orang yang melakukan perbuatan buruk itu, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun (HR. Muslim)
Tanggung Jawab Orang Tua dan para Guru
Melihat keadaan zaman sekarang, sepertinya kita tidak dapat berharap banyak kepada orang-orang yang terlibat di dalam media massa untuk dapat menyajikan acara yang berkualitas, demi meraup profit yang tinggi, seringkali tidak lagi memperdulikan nilai-nilai agama yang dianut mayoritas masyarakat, oleh karena itu sudah seharusnya setiap orang tua melakukan Siaga tingkat tinggi, menjaga keluarganya dari kerusakan moral yang sudah merajalela di tengah-tengah kehidupan, dalam hal ini pendidikan agama menjadi faktor penting untuk menjaga keluarga.
Pendidikan agama kepada keluarga adalah kado terbaik yang diterima sang anak dari orang tuanya, ilmu agama dapat menjaga si anak dari ketergelinciran di dalam kehidupannya, dengan mengenal Tuhannya ia akan memahami apa tujuan kehidupannya, dalam sebuah atsar mursal dengan sanad dha’if yang diriwayatkan Imam Ahmad di dalam musnadnya, disebutkan : “Tidaklah seorang ayah memberikan pemberian kepada anaknya yang lebih baik dari pada adab yang baik”
Memberikan pendidikan agama yang baik bagi keluarga adalah tanggung jawab utama seorang kepala keluarga, Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrîm : 6)
Demikian hal yang dapat kita lakukan dimulai dari diri dan keluarga kita, dan seharusnya setiap pribadi memiliki rasa tanggung jawab untuk memelihara kemaslahatan bagi seluruh manusia, semoga kita termasuk orang-orang yang dapat mendengarkan nasihat dan mengikuti yang paling baik di antaranya.Wallahu A’lam []
Ustadz. Aan Abdurrahman
Tidak ada komentar: